Kecoa merupakan salah satu hama yang paling umum ditemukan di lingkungan perkotaan padat penduduk, termasuk di area publik seperti pelabuhan, pasar, maupun permukiman. Meskipun sering dianggap hanya sebagai gangguan kebersihan, berbagai penelitian menunjukkan bahwa keberadaan kecoa berhubungan langsung dengan meningkatnya risiko penyakit pernapasan, terutama alergi dan asma. Salah satu penelitian terbaru berjudul “Identifikasi Kepadatan Kecoa di Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur (2023)” menemukan bahwa tingkat populasi kecoa yang tinggi di area pelabuhan berpotensi memicu gangguan kesehatan tersebut, terutama pada masyarakat yang sering beraktivitas di lokasi tersebut (Nursafitri & Sudarmaji, 2024).
Alergen Kecoa dan Mekanisme Pemicu Asthma
Kecoa menghasilkan sejumlah alergen, yaitu zat penyebab reaksi alergi, yang berasal dari tubuh, kotoran, air liur, dan kulit yang terkelupas (exuviae). Protein-protein seperti Bla g 1 dan Bla g 2 yang terdapat pada kecoa Jerman (Blattella germanica) dan kecoa Amerika (Periplaneta americana) telah diidentifikasi sebagai pemicu utama reaksi alergi. Alergen ini mudah menyebar melalui udara dan debu rumah, sehingga dapat terhirup oleh manusia.
Ketika partikel alergen masuk ke saluran pernapasan, tubuh individu yang sensitif akan mengenalinya sebagai zat asing dan memicu respon imun tipe I yang dimediasi oleh antibodi IgE. Reaksi ini menyebabkan peradangan dan penyempitan saluran napas, yang kemudian menimbulkan gejala asma alergik seperti batuk, sesak, dan napas berbunyi (wheezing). Anak-anak dan kelompok masyarakat yang tinggal di lingkungan dengan kepadatan kecoa tinggi memiliki risiko lebih besar karena sistem kekebalan mereka lebih rentan terhadap paparan berulang. (Runstorm & Bennett, 1984).
Bukti dari Penelitian di Indonesia
Penelitian di Indonesia telah menunjukkan hubungan nyata antara alergen kecoa dan asma. Studi oleh Sundaru (2006) terhadap pelajar SMP di Jakarta menemukan bahwa sensitisasi terhadap alergen kecoa memiliki odds ratio sebesar 5,57 terhadap risiko asma, menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Demikian pula, penelitian Lintangsenjani dkk. (2015) di Sleman, Yogyakarta, menemukan korelasi kuat antara reaksi IgE terhadap alergen kecoa dan peningkatan gejala alergi pernapasan pada anak-anak sekolah dasar.
Temuan-temuan tersebut sejalan dengan hasil penelitian di Pelabuhan Ketapang (2023) yang menyatakan bahwa kepadatan kecoa di area padat aktivitas manusia dapat menjadi sumber utama paparan alergen. Kondisi pelabuhan yang lembap, banyak sampah organik, dan minim predator alami menciptakan ekosistem ideal bagi kecoa untuk berkembang biak. Hal ini memperbesar peluang penyebaran partikel alergen di udara, terutama bagi pekerja dan masyarakat sekitar yang sering terpapar lingkungan tersebut.
Implikasi terhadap Kesehatan dan Pengendalian Hama
Paparan alergen kecoa tidak hanya meningkatkan risiko alergi dan asma, tetapi juga dapat memperburuk kondisi pernapasan pada penderita asma kronis. Oleh karena itu, pengendalian populasi kecoa secara profesional dan berkelanjutan menjadi langkah penting untuk melindungi kesehatan masyarakat. Termigon, Local Pest Control Expert hadir sebagai solusi tepercaya dengan metode pengendalian hama yang ramah lingkungan dan direkomendasikan oleh entomolog. Layanan Termigon tidak hanya berfokus pada eliminasi kecoa melalui teknik modern yang efektif, tetapi juga memastikan pembersihan menyeluruh terhadap sisa tubuh kecoa, kotoran, serta debu yang berpotensi mengandung alergen. Pendekatan terpadu ini menjadikan Termigon bukan sekadar penyedia jasa pembasmi hama, melainkan mitra dalam menjaga kualitas udara dan kesehatan lingkungan tempat tinggal masyarakat perkotaan.